News

Parikrama Parahyangan: Perjalanan Musikal 70 Tahun UNPAR Bersama Dwiki Dharmawan

Parahyangan Orchestra (Parchestra) menggelar konser kelimanya pada hari Sabtu, 3 Mei 2025 di Arntz Geise Hall, Universitas Katolik Parahyangan. Menggaet musisi senior Indonesia Dwiki Dharmawan sebagai penata musik dan pianis, konser bertajuk Parikrama Parahyangan sukses memukau lebih dari 900 penonton yang memadati auditorium yang megah ini. Konser ini menampilkan 4 orang vokalis senior Indonesia: Trie Utami, Nya Ina Raseuki (Ubiet), Daniel Christianto, dan Ita Purnamasari.

Konser Parikrama Parahyangan merupakan bagian dari peringatan perjalanan 70 tahun Universitas Katolik Parahyangan. Parikrama sendiri dalam bahasa Sansekerta merujuk kepada ritual mengelilingi sebuah tempat yang dihormati atau disucikan. Dwiki Dharmawan yang juga mengawali 40 tahun karier profesionalnya dari tanah Parahyangan pun menjadi rekan yang sangat sesuai. “Baik UNPAR maupun kang Dwiki telah berkeliling dunia, tanpa pernah melupakan rasa hormat kepada tanah Parahyangan. Kami ingin berbagi berbagai hal yang telah kami jumpai sepanjang perjalanan berparikrama ini.”, kata Fauzie Wiriadisastra, ketua Parchestra.

Dalam konser ini, ke-35 orang musisi Parchestra diperkuat oleh kehadiran beberapa musisi tamu: Rudy Zulkarnaen (kontrabas), Timotius Simanjuntak (saksofon), Alfin Satriani (perkusi), Filipus Cahyadi (drum), dan Endang Ramdan (kendang). Parchestra tampil bersama Paduan Suara Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (PSM UNPAR), dan juga bekerja sama dengan Bandung Choral Society (BCS Choir), Jinggaswara Choir, dan Dvya Vocal Ensemble yang membentuk paduan suara gabungan. Konser ini dipimpin oleh 4 orang pengaba: Gerry Pratomo, Alfonsus Albert, Rita Victoria, dan Kasih Karunia Indah.

Ubiet mengawali konser ini dengan improvisasi vokalnya yang khas dalam “Rampak Randai” yang terinspirasi dari musik Minangkabau. 7 pemain perkusi lalu menggebrak dengan permainan ritme yang kompleks bersama keramaian orkestra dan paduan suara gabungan menghasilkan sebuah overture yang meriah. 

Dwiki Dharmawan kemudian tampil ke atas panggung dan duduk di depan piano Fazioli Malachite. Piano berwarna coklat dengan taburan Mother of Pearl dan batu malasit hijau yang tampak begitu memukau di atas panggung Arntz Geise Hall. Setelah menyapa penonton, Dwiki lalu bercerita tentang pengalamannya saat terbang ke Kalimantan dan melihat kerusakan hutan yang begitu parah dari atas pesawat. Ia pun tergerak untuk menuliskan karya “Selamatkan Hutan Kita.” yang menghadirkan rangkaian visual karya Kalyanarga Rizal tentang sosok yang berusaha mengembalikan hijaunya hutan yang rusak. Karya yang dimulai dari permainan orkestra yang epik dan melankolis tersebut dilanjutkan dengan solo piano. Setelah itu paduan suara ikut bergabung menghasilkan sebuah komposisi musik yang membuat merinding sekaligus agung. 

Setelah itu PSM UNPAR tampil bertukar tempat dengan paduan suara yang menjadi penampil tamu. Karya yang dibawakan adalah “Demi Fajar” karya Singgih Sanjaya dengan lirik oleh Anggito Abimanyu, dan ditampilkan oleh penyanyi tenor Daniel Christianto. Kemudian dilanjutkan dengan “Taubat”, sebuah nomor religi dengan lirik yang ditulis Teddy Tardiana dan dinyanyikan oleh Ita Purnamasari, masih dengan dukungan PSM UNPAR. Sesi pertama ditutup oleh “A Night in Murcia” yang terinspirasi saat Dwiki Dharmawan menghadiri festival kebudayaan Kristen, Islam dan Yahudi di kota Murcia. Karya bernuansa jazz ini diisi oleh improvisasi memukau dari Timotius Simanjuntak pada Saksofon.

Sesi kedua diawali dengan “Kepada Kesangsian” yang ditulis berdasarkan puisi Ags. Arya Dipayana dan diaransemen oleh Langen Paran Dumadi. Karya yang penuh permainan harmoni ini dibawakan secara akapela oleh paduan suara gabungan BCS Choir, Jinggaswara Choir dan Dvya Vocal Ensemble. Setelah itu Dwiki Dharmawan kembali tampil bersama Ubiet dan Parchestra membawakan karya “Gunungan” yang ditulis Dwiki bersama I Nyoman Windha. Karya kontemporer ini menyuguhkan improvisasi akrobatik dari Dwiki pada piano, Ubiet pada vokal, dan Alfin Satriani pada xylophone bersama iringan orkestra yang berirama cepat, kompleks, dan atonal. 

Konser dilanjutkan dengan orkestrasi lagu daerah Minahasa “Si Patokaan” yang ditulis khusus untuk Parikrama Parahyangan. Musik yang ceria ini diwarnai oleh berbagai ornamen jenaka pada orkestrasi yang ditulis Dwiki. Kemudian Dwiki memanggil sahabatnya yang menjadi vokalis Krakatau, Trie Utami yang akrab dipanggil Iie. Setelah memainkan beberapa potongan lagu Krakatau antara lain Sekitar Kita, Kau Datang, Dwiki dan Iie mengajak penonton untuk menyadari pentingnya ekosistem laut dalam “Terumbu Menangis”.

Sebagai lagu penutup, ditampilkan karya jazz “The Spirit of Peace” yang bernuansa timur tengah. Karya yang sangat virtuosik ini menghadirkan permainan instrumen yang memukau dari Dwiki, pada musisi tamu, dan musisi Parchestra. Maestro kendang Endang Ramdan sempat mengajak penonton untuk merespon berbagai pola ritmis dengan bertepuk tangan bersahutan sebelum tema lagu kembali dimainkan dan menutup keseluruhan acara.

Konser Parikrama Parahyangan merupakan kerja sama antara Universitas Katolik Parahyangan, PT. Karya Bakti Parahyangan, Integrated Arts UNPAR, dan para sponsor dan donatur, diantaranya United Tractors, Alumni Teknik Sipil UNPAR  Angkatan 75, Fazioli, Paneru, PT Grain and Green, Duta Putra Land, dan Keluarga Eks Kolese Loyola Bandung dan didukung penuh WartaJazz.com sebagai media partner.

Agus Setiawan Basuni

Pernah meliput Montreux Jazz Festival, North Sea Jazz Festival, Vancouver Jazz Festival, Chicago Blues Festival, Mosaic Music Festival Singapura, Hua Hin Jazz Festival Thailand, dan banyak festival lain diberbagai belahan dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker