Opini Jazz

JAZZ dan ISLAM (sebuah perspektif)

Perkenalan saya dengan Jazz secara nyata diawali dari memutar kaset yang dipinjami teman dan kebetulan grup itu bernama Casiopea di saat awal-awal merasakan bangku kuliah. Pada dasarnya saya telah mendengar irama itu beberapa tahun sebelumnya melalui radio, namun karena keterbatasan untuk mengakses sumber informasi pada saat itu dan pula disebabkan lingkungan yang kurang mendukung sehingga nama aliran musik itu tidak saya ketahui akan tetapi saat itu sudah sangat tertarik.

Saya kecil tumbuh dilingkungan masyarakat yang fanatik dengan penganut irama dangdut, namun di usia sekitar kelas 5 SD saya sudah bisa memilih, tidak bisa menerima semua artis dangdut hanya satu artis yaitu Rhoma Irama. Bagi saya tokoh yang satu ini begitu cerdas meramu gubahan musik dan syairnya sehingga bukan saja selalu ditunggu setiap album barunya namun juga isi syairnya begitu bermakna.

Seiring meningkatnya usia, pendidikan dan juga pengalaman berganti-ganti pula jenis musik yang saya suka dari pop sampai keroncong. Akan tetapi ada satu jenis musik yang saya tidak pernah simpati apalagi menyukai, padahal saat itu hampir semua teman remaja gandrung berat dengan jenis yang satu itu apalagi ada idiom bahwa yang menyukai musik jenis itu adalah modern dan keren, namun saya lebih suka dianggap sebaliknya dari pada harus pura-pura suka.

Singkatnya dari Casiopea berkenalan dengan Lee Ritenour, Yellowjackets terus berkembang sampai pada legenda-legenda Jazz antara lain Ferdinand Morton, Louis Armstrong, Ella Fitzgerald, Shirley Horn hingga sampai detik inipun perkembangan belum juga berakhir.

Pengalaman menikmati Jazz hingga menumbuhkan kecintaan yang sangat dalam itulah yang kiranya mambawa jiwa saya untuk dapat menyadari dan juga merasakan bahwa antara Islam dan Jazz itu paralel. Syukur saya berasal dari keluarga yang super taat dengan tuntunan Islam sehingga saya bukan hanya tahu Islam tapi melaksanakan syariaatnya dengan ketat pula. Alhamdulillah.

Jazz bagi saya bukan hanya sekedar musik, namun sudah merupakan sarana untuk berbagai keperluan. Jazz dapat saya gunakan untuk menjaga atau memulihkan kesehatan diri sendiri. Bila badan terasa kurang sehat maka batin saya akan berbicara “saya ingin mendengarkan artis A” dan luar biasa tanpa obat apapun bisa pulih kesehatan esok harinya. Juga sarana untuk berdzikir kepada Allah SWT, karena kekaguman saya kepada-NYA menciptakan jenis manusia cerdas berbudi halus sehingga dapat menghadirkan musik yang indah dan abadi dan memang DIA adalah sumber keindahan dan abadi sehingga tak habisnya saya bersyukur dapat menikmati Jazz. Juga Jazz untuk memecahkan masalah bila pikiran tersumbat mencari jawaban, dengan keindahan dan kedalaman Jazz diperkuat pula dengan do’a maka pikiran dan jiwa akan tenang sehingga pemecahan bisa dicari. Luar biasa Jazz bagi saya.

Pandangan saya melihat antara Islam dan Jazz paralel dalam hal-hal yang sangat elementer walau tidak tepat sekali, sehingga apa yang ada dalam Islam sebagian juga dapat dilihat dan saya rasakan ada dalam Jazz.

Contoh pertama jika dalam Islam penghormatan terhadap individu menempati posisi yang tiggi, begitupun dalam Jazz saya melihat hal itu. Pemusik Jazz adalah orang yang memainkan musiknya secara pribadi bahkan dalam bigband sekalipun tetapi hasilya adalah kekompakan karena yang satu tidak memaksakan kehendak bagi yang lain dan juga saling patuh terhadap aturan yang ditetapkan. Atau dengan kata lain karakter masing-masing artis tidak lebur atupun hanyut oleh karakter artis yang lain hanya karena bermain Jazz bersama. Maka benarlah pendapat yang mengatakan bahwa setiap bermain Jazz adalah selalu berbeda walaupun satu gubahan dimainkan berulang-ulang karena luasnya improvisasi dalam Jazz itu. Sikap hormat dalam Islam ini disebut tasamuh, improvisasi dalam Islam (ijtihad) dan juga dalam Jazz adalah sah hukumnya.

Jazz dapat dimainkan sendiri atau berjamaah, dalam Islam hal itu juga terjadi. Ambil contoh dalam hal sholat itu benar-benar paralel yang sangat nyata antara Islam dan Jazz. Beda aliran dalam Jazz juga terjadi, begitu juga dalam Islam terjadi firqoh namun jika yang satu kita pertemukan dalam satu panggung dengan yang lain aliran akan terjadi jamsession yang harmonis begitu juga dalam Islam. Kuncinya adalah mereka yang berfirqoh mempunyai dasar yang sama hanya beda improvisasinya saja.

Media yang disentuh baik Islam atau Jazz adalah jiwa sehingga dari dalam akan lahir tabiat keseharian. Dalam Islam digambarkan bahwa jika orang yang sudah mati hati (jiwa)-nya maka Islam tidak akan tumbuh kecuali ada campur tangan (hidayah) Allah SWT, begitupun dalam Jazz tipe orang yang kasar yang hatinya mati tidak akan merasakan keindahan musik Jazz. Maka dapat kita lihat komunitas manusia yang ikhlas dan istiqomah adalah sedikit sekali, begitu pula komunitas pecinta Jazz sangat sedikit ini membuktikan Islam dan Jazz sangat paralel.

Ada kalanya jiwa manusia terlihat gembira lain waktu berduka, ada saatnya bertindak cepat dan meriah, sekali waktu begitu pelan dan syahdu. Semua kegembiraan, kesedihan, kemeriahan dan kesyahduan itu tetap harus dalam koridor masing-masing agar tidak meluncur merugikan diri maupun orang lain. Islam mengajarkan hal itu bahkan dengan penekanan yang berulang dalam Al-Qur’an. Dalam Jazz dapat kita temui juga situasi serupa itu, sehingga jika Jazz terlihat seperti apapun bentuk dan warnanya namun jika masih dalam koridor yang ditentukan dia akan tetap Jazz.

Jazz juga tidak menuntut sesuatu yang melebihi dari kemampuan, sangat bersahaja seperti halnya Islam. Namun juga tidak mengharamkan sesuatu hal yang “mewah” asalkan memiliki muara yang sesuai dengan kaidah. Islam mengajarkan untuk menggunakan segala hal yang dimiliki tanpa harus kehilangan jati diri. Saya melihat dalam Jazz ada nuansa seperti itu juga. Jika tidak ada teman serta tidak mampu memiliki alat musik yang “benar”, maka mainkanlah Jazz dengan (hanya) mulut anda. Atau sebaliknya jika mampu maka mainkanlah Jazz dengan kemewahan orkestra.

Hal – hal diatas adalah sebagian nuansa yang terlihat dan juga terasakan saya paralel antara Jazz dan Islam. Tulisan ini murni dari pendapat saya dari hasil perjalanan apresiasi musik saya yang berasal dari kampung hingga sekarang masih tetap jadi orang kampung. Jika ada yang tidak sependapat dengan apa yang saya alami dan saya rasakan adalah biasa tetapi jangan menang sendiri, saya akan sangat senang berbagi pendapat dengan siapa saja.

Pada kesempatan lain akan saya ceritakan pengalaman saya yang lain sebagai Muslim sekaligus juga sebagai pecinta Jazz, Insya Allah.

Saya akhiri tulisan ini dengan pendapat saya bahwa “Jazz lebih indah dinikmati dan dihayati dari pada di kaji, begitu pula Islam”.

Kirimkan e-mail anda, saya menunggu. amazzing@telkom.net

 

Ceto Mundiarso

Pencinta buku yang banyak menelisik filosofi. Pernah menghadiri Konferensi Ekonomi Kreatif di Inggris. Merupakan bagian penting pada riset di WartaJazz

2 Comments

  1. Ya, memang benar. Walau agak melenceng dari topik, namun ada yang bilang bahwa kita harus meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat, begitu pula dengan mendengarkan musik-yang tak bermanfaat. Pertama kali saya mendengar pernyataan itu, saya shock, karena saya tak bisal lepas dari musik. Namun menurut saya, tergantung musik jenis apa dulu dan tujuan kita mendengarkan musik itu sendiri. Bagi saya, setiap kali mendengarkan musik, terutama musik Jazz(saya pecinta Jazz) saya selalu bersyukur karena Allah SWT memberikan kita sepasang telinga sehingga kita dapat mendengar nada-nada yang indah serta perasaan pun jadi rileks. Saya juga semakin mnengagungkan-Nya, karena Dia menciptakan manusia yang dapat menciptakan musik yang indah dan rumit pula.
    Jadi menurut saya, bila ada orang yang bilang bahwa mendengarkan musik itu tak bermanfaat lantas harus kita tinggalkan, itu tergantung bagaimana kita menyikapi musik itu.

  2. jazz tetaplah sebuah musik dengan segala keindahanya ,musik yang menurut telinga umum memang enggk asik tapi justru disitulah letak keunikan sebuah Musik jazz, percaya atau tidak musik jazz bisa membuat kita cerdas ,karena dengan segala kerumitan dan keunikan komposisi tangga nada yang ada dalam musik jazz, dan itu bisa membuat otak saya bekerja secara maksimal ,tapi ada yang lebih baik daripada nada jazz, nada orang yang baca al-qur’an ,dan ketika saya mendengar nada adzan saya merasa dunia ini hanya sementara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker