Mengenang Freddie Hubbard
Namanya tercantum dalam dua album magnum opus free jazz, “Free Jazz” dan “Ascension” karya Ornette Coleman dan John Coltrane. Dia juga ada di salah satu album jazz tercantik sepanjang masa milik Herbie Hancock, “Maiden Voyage”. Dia juga ada dalam peninggalan Eric Dolphy yang tidak akan dilupakan oleh dunia musik jazz, “Out To Lunch”. Oliver Nelson mencantumkan namanya ke dalam karya “Blues And The Abstract Truth”.
Atau kalau kita mendengarkan karya – karya dari Art Blakey, Wayne Shorter, Jackie McLean atau Bobby Hutcherson di era 196oan di mana nama trumpetis Freddie Hubbard sering kita jumpai. Belum lagi kalau kita simak secara langsung album – album seperti “Hub-Tones”, “Ready For Freddie”, “Open Sesame”, “Breaking Point”, “Here To Stay” atau “Red Clay” yang merupakan peninggalan yang sangat berarti dari Freddie Hubbard.
Trumpeter yang mengawali kariernya bersama keluarga musisi Montgomery ini muncul di saat banyak bintang jazz yang mempunyai pengaruh dan karakter yang kuat. Sementara kalau berada dalam bayang – bayang para pendahulu tidak membuatnya merasa nyaman. Seperti suatu ketika Miles Davis menghampiri Hubbard setelah memainkan beberapa licks gayanya, “Why don’t you play some of your own stuff?”. Barangkali sejak itu Hubbard tidak berusaha mengopi beberapa ciri khas musisi lain.
Beberapa pengamat jazz menilai kalau jejak – jejak Clifford Brown masih tersisa dalam style Hubbard, meskipun dia tidak sekeras apa yang dimainkan oleh Brown. Begitu juga alunan lirikal Davis masih membayangi dalam permainan ballad Hubbard, meskipun tonal Hubbard lebih solid. Semburat soul cukup terasa, meski tidak se-funky Lee Morgan. Lebih jauh lagi, Freddie Hubbard mampu menambah warna dan wacana trumpetis jazz modern papan atas selain Dizzy Gillespie, Miles Davis dan Clifford Brown.
Dekade 1960an seolah memberi tempat dan kesempatan bagi Hubbard dalam menunjukan eksistensinya. Hal ini terdokumentasi dari sebagian besar album jazz klasik dan legendaris yang keluar dalam dekade tersebut. Demikian juga dengan karyanya sendiri sehingga pada saat ini kita dapat terkagum – kagum ketika mendengar ‘Open Sesame’, ‘Crisis’, ‘Lament for Booker’ atau ”Breaking Point’. Bisa dikatakan label Blue Note mempunyai tagline: Freddie Hubbard.
Selepas dasawarsa 1960an, Hubbard mencoba ikut menikmati semilir angin fusion dengan meluncurkan album “Red Clay” dan beberapa album lain di bawah bendera label CTI dan Columbia. Termasuk sempat menikmati Grammy Awards untuk album “First Light”.
Meski banyak padangan minor terhadap Hubbard terutama yang berkaitan dengan kesuksesan secara komersial dalam dekade 1970an, Hubbard juga mempunyai peran yang tidak dapat dipandang dengan sebelah mata atas keterlibatannya dalam mentransformasi dari hardbop menuju noebop dalam dekade 1980an. Banyak trumpeter jazz generasi 80’an seperti Wynton Marsalis, Wallace Roney maupun Roy Hargrove meneladani apa yang telah dilakukan oleh Freddie Hubbard.
Akibat kondisi kesehatannya yang kurang baik, Hubbard sempat absen dalam kancah musik jazz selama beberapa tahun. Ujian lebih berat lagi menimpa Hubbard di tahun 1992 dengan adanya luka di bibirnya. Namun hebatnya, selama kesehatannya memungkinkan untuk beraktifitas kembali, Hubbard tidak menyia-nyiakan waktu tersebut untuk kembali berkarya. Spirit membara tersebut pernah terlihat oleh salah seorang musisi pendampingnya menyaksikan ada bercak – bercak darah membasahi tuxedo suite-nya ketika Hubbard sedang berada di atas panggung.
Namun akibat penyakit jantung yang telah memukul Hubbard secara telak, akhirnya pada tanggal 29 Desember 2008 dia menghembuskan nafas terakhirnya. Meski nafas yang telah memberikan nyawa dalam permainan trumpetnya tidaklah akan berakhir. Selamat jalan Hub…
Wah, thank you udah kasih referensi pengetahuan tentang musisi jazz legend, keep up the good work, semenjak cnj mati, susah cari radio yang bener2 muter jazz legend