Jazz On Trijaya Edisi Minggu, 4 Januari 2009 Jam 19.00-21.00
Session pertama Jazz On Trijaya ngobrol dengan Rieka Roeslan.Tahun 2008 menurut Rieka , frekwensi pentas jazz makin marak tidak hanya di Jakarta, juga Semarang , Yogya dan daerah lain, mulai tumbuh penyanyi dan musisi-musisi muda berbakat. Walaupun mereka lebih cenderung memainkan jazz yang cenderung pop. Dengan banyaknya sekolah musik, sisi musikalitas musisi juga semakin baik dari sisi teori musik.Tapi harafiah bahwa sisi alamiah feeling arti sebenarnya dari menghayati musik dengan berbicara secara alamiah,tentang apa yang harus dilakukan dipanggung dan diberikan kepada penonton, pemahaman itu untuk musisi muda masih agak kurang.Dari sisi industri rekaman, sebetulnya ada kemunduran dari mayor label terhadap rekaman-rekaman jazz.
Rieka selalu mengajak diadakan clinic music setiap kali dia pentas, agar ada pembelajaran dari sisi kualitas penciptaan lagu terutama dari sisi lirik-lirik lagunya.Industri musik sepertinya lebih cenderung dengan lirik-lirik yang tidak mendidik.Idealisme menurut Rieka konsep dari sebuah kehidupan.Sehingga sah-sah saja dia ada di 2 jalur sebagai musisi yang cenderung memainkan jazz, disisi lain sebagai pencipta lagu-lagu pop yang memang dipesan untuk penyanyi lain dan kepentingan market. Dan Rieka mengaku dia adalah pekerja musik yang tidak mengkotak-kotakan suatu jenis musik.Rieka Roslan mulai tahun 2005 pisah dengan The Groove dan lebih solo karier. Untuk album Triangle Of Life,cukup mendapat respon terlihat di facebook yang banyak memberikan respon. Albumnya bercerita tentang alam, rasa cinta terhadap Tuhan dan persahabatan. Album idealis tidak identik dengan sesuatu yang sulit,tapi lebih menonjolkan ciri musisi/penyanyi yang bersangkutan, ya inilah gaya bermusik Rieka Roeslan yang sebetulnya lepas dari sekat-sekat corak musik apapun walaupun tidak bisa dipungkiri kelompok yang mengiringi Rieka yaitu Troubadors yang cenderung memang ke arah warna jazz dan world music.Rieka sendiri mengaku banyak menciptakan lagu dengan lirik-lirik yang bertutur sebuah cerita.Rieka berharap musisi jazz bisa mengeksplore kemampuan musikalitasnya dan terbuka dengan influence genre musik lain.
Dari sudut pandang sebuah komunitas . Niman dari Klab Jazz Bandung yang sejauh ini cukup eksis dalam sosialisasi dan menggelar event rutin jazz di Bandung menjadi teman ngobrol di session ke-2. Dia sepakat bahwa sebetulnya komunitas jauh dari kesan komersil, karena komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul untuk mewujudkan sesuatu gagasan yang sama,kalau jazz ya berarti bagaimana jazz bisa survive mulai dari sosialisasi, mengenalkan jazz, memberi wadah kumpul,membuat pertemuan dan saling apresiasi musik sesama musisi dan tentu membuat event-event jazz.Tapi itu semua kembali tergantung kepada siapa orang-orang yang ada dibalik komunitas ini, karena pada perkembangannya bisa menjadi sebuah pengelolaan yang profit oriented. Contoh seperti Komunitas Jazz Kemayoran, yang sekarang kegiatan rutin kumpul dan main jazz yang tadinya sifatnya pendanaan gotong royong dari kas anggotanya sekarang sudah mulai beberapa sponsor mau melirik mensuport kegiatan tersebut.
Sementara itu Ajie Wartono dari Wartajazz.com yang berdomisili di Yogya berkomentar bahwa Tahun 2009 jazz akan semakin semarak tidak hanya terpusat di Jakarta. Untuk itu perlu dibentuk forum komunitas antar daerah yaitu komunikasi antar komunitas di tiap kota di Indonesia dengan intens sehingga nantinya akan lebih punya kekuatan dalam saling sinergi dalam membuat event ataupun saling tukar informasi dan lainnya terkait dengan pengembangan jazz di masing-masing kotanya. (Eko Adji Soebijantoro)