
Ranah musik populer di industri musik negeri ini banyak menyediakan pintu untuk dimasuki.
Bagi pendatang baru, teknik bernyanyi dan kematangan personal ternyata bukan satu-satunya modal untuk masuk ke dalamnya. Untuk sekedar lewat di pintu seringkali justru faktor non teknis yang lebih berperan, seperti dukungan internal, interaksi pada sentra produksi musik populer dan kemampuan finansial. Contohnya, totalisasi dukungan orang tua kepada anaknya yang dianggap memiliki bakat dan keinginan bernyanyi akan menjadi jembatan tol yang mulus untuk meraih impian. Apalagi jika mereka didukung kedekatan pada perusahaan rekaman dan kepemilikan faktor finasial yang memadai. Namun untuk dapat langgeng, si calon penyanyi kembali menemui berbagai uji yang tujuan akhirnya mengasah teknik seni suara dan kematangan pribadinya. Siapa lulus akan bertahan dan yang tidak akan terpental dilupakan orang.
Adalah Witsqa, nama cantik dari Addina Witsqantidewi, gadis usia 11 tahun yang mendapat kesempatan melewati pintu tersebut. Bakat seni suaranya merupakan potensi yang terasah melalui lembaga pendidikan musik. Jika Witsqa bernyanyi disebutkan terdengar bening, artikulasi jelas dan kesannya dia bernyanyi dengan yakin dan sepenuh hati. Kebolehan olah suara itu diikuti dengan penguasaan instrumen pada tahap dini dimana Witsqa sedang memperdalam keterampilannya memainkan piano dan saksofon. Faktor berikut adalah dukungan orangtua yang dengan segala kemampuan dan ketahuannya berhasil mengarahkan Witsqa menjadi sosok penyanyi jelang remaja dengan sebuah rilisan album.
Hari-hariku adalah album pertama Witsqa. Rekaman ini juga merupakan produk pertama dari sebuah label yang baru berdiri. Adalah Blast Record Indonesia yang menjadi perantara bakat Witsqa, ramuan musik para produser dan konsumen musik negeri ini. Produser musik yang dipercaya memandu pengalaman pertama Witsqa adalah duet dua Harry; yang satu Harry Toledo yang dikenal sebagai bassis jazz berbadan subur. Satunya lagi Harry Budiman yang kondang sebagai produser musik pop “bertangan dingin”. Witsqa juga dikawal oleh pembimbing olah vokalnya sedari empat tahun yang lalu, Irven, serta ada Denny Djatmika dan Nannoo Stingky.
Hasilnya adalah album yang dikemas sejalan kemampuan vokal Witsqa dan selera bermusik masing-masing produser. Tema lagu didekatkan pada keseharian Witsqa. Seperti “Hanya Untukmu” mereferensikan rasa cinta untuk orang tua. Juga hubungan dengan adik pada “Widzi Adikku”. Lalu ada “Teman Terbaikku”, “Sahabatku”, dan “Hari ini Ulang Tahunmu” yang mengingatkan pada arti persahabatan. Sisanya adalah beberapa lagu bertema cinta sepasang kekasih. Tema ini sepertinya tidak relevan dengan usia Witsqa saat ini. Coba saja simak “Mungkinkah Aku” yang bernuansa latin, track pembuka “Kau Jadi Temanku”, dan “Lagi Lagi Dia” yang dicalonkan menjadi hits kedua. Pembentukan image Witsqa, terutama dalam memilih kostum perlu lebih diperhatikan. Pilihan-pilihan kostum di sesi pemotretan sampul CD dan di dua video klip albumnya lebih sesuai dengan usia Witsqa dibanding yang ia gunakan di acara launchingnya.
Kematangan vokal Witsqa dijelaskan oleh Harry Toledo, “… Witsqa anak yang luar biasa. Karena selama saya jadi produser musik, saya belum pernah mendapatkan vokal yang sebaik ini, rangenya yang sebaik ini, untuk umur segitu. Lihat umurnya. (Di umur yang baru 11 tahun) range vokalnya sudah matang…dan lagi Witsqa ini kalo kita main musik-musik seperti ini, dia bilang dia suka musik jazz. Jadi waktu saya bikin musik yang seperti ini, waktu itu buat uji coba kira-kira bisa gak, karena perlu teknik vokal yang tinggi. Tapi ternyata dia mampu”.
Lagu hits pertama “Widzi Adikku” yang ditulis Harry Toledo menjadi wakil pernyataannya. Sekilas Anda tidak akan menduga bahwa penyanyinya adalah anak berusia 11 tahun. Untung tema lagu yang diformat khas gaya bermusik Harry Toledo ini bertutur seusia umur Witsqa.
Harry Budiman juga menambahkan bagaimana kelebihan olah vokal penggemar grup Equate ini, “… kekuatan (Witsqa) yang pertama adalah sense, rasa. Kalo selera, pasti terpengaruh oleh orang tuanya. Dia didukung oleh selera musik yang baik. Tapi kalo dari Witsqa secara pribadi, dia mempunyai kepekaan terhadap nada, terhadap nuansa, yang membantu Witsqa memahami lagu-lagu baru.”
Kemampuan olah vokal Witsqa yang sebenarnya justru terlihat saat ia menyanyikan dua lagu cover Alicia Keys. Witsqa bernyanyi sembari memainkan keyboard. Ia terdengar bernyanyi lebih dalam dan dari hati dibanding saat membawakan lagu dari albumnya sendiri. Soulnya lebih dapat. Sayang format seperti itu tidak ada di dalam album Witsqa kali ini.
Penyanyi Andien yang hadir di launching yang dilaksanakan Rabu 28 November 2007 lalu di Spazio Pondok Indah Mall II, Jakarta menyatakan kekagumannya pada Witsqa, “… Amazing, aku seneng banget sebenernya. Ada orang-orang seperti Witsqa, juga seperti orang tuanya Witsqa yang tau banget anaknya memang mempunyai potensi lebih dan memang harus disalurkan pada kegiatan-kegiatan positif. Dan kebetulan aku juga melihat Witsqa memiliki potensi yang lebih sekali di bidang ini. Dan sejauh ini aku melihatnya di depan seperti berkaca pada aku beberapa tahun yang lalu …”
Begitulah awal perjalanan yang akan ditempuh Witsqa. Masih panjang dan akan menemui lebih banyak ujian. Untuk Witsqa, Harry Toledo menjanjikan , “Yang pasti berubah itu usia. Range vokal pasti berubah. Kalo warna vokal saya lihat akan berubah, tapi akan lebih lama sedikit karena timbrenya yang tebal. Jadi pada saat remaja nanti Witsqa ini akan jauh lebih matang lagi vokalnya. Untuk beberapa album ke depan saya optimis Witsqa akan lebih banyak berpartisipasi dalam industri musik Indonesia.” Karena itu, ingat-ingatlah Witsqa pada pesan Harry Budiman, “Apapun proses pergaulan atau sosialisasi gak ngaruh. yang penting belajar terus aja. Eksplorasi terus aja. Jangan berhenti. Jangan cepat merasa puas.” Ya, Witsqa, perdengarkanlah cerita hari-hari-mu pada kami