Boi Akih – Yalelol
Eksotisme Nan Eklektik Bersalut Selisik Morfologis
Setelah membaca satu-persatu daftar lagu diatas, anda mungkin bertanya; “bahasa apakah ini?”. Jawabannya adalah Bahasa Haruku, berasal dari Pulau Haruku, Maluku Tengah. Persis, sebelas trek tersebut dinyanyikan dalam dialek asli kampung halaman ayah dari Nona Monica Akihary, vokalis pada album ini. Pun, nama Boi Akih berarti “Princess Akih”, yang bersanding dengan “pangeran gitar” Niels Brouwer, datang dari negeri Belanda. Mereka memadu bunyi hingga tercipta suatu singularitas yang otentik lewat sajian musik multi-etnis, tema folkloric, serta eksplorasi sonik pita suara dan gitar. Menelusuri buah karya Boi Akih terdahulu, kentara bahwa Yalelol adalah tindak lanjut atas album Lagu-Lagu (BROMO/WartaJazz, 2005) yang berisi tembang rakyat Maluku semisal “Waktu Hujan Sore-Sore”.
Misteri kehidupan terlukis jelas pada lagu “Mahai”, mengalir lepas tanpa nada dasar, terdengar seperti musikalisasi puisi. Penggunaan harmoni disonan membuatnya semakin elusif. Sepertinya lebih tepat untuk menyebut Monica sebagai seniman vokal. Ia berani untuk mencoba berbagai kemungkinan dalam urusan tarik suara, tanpa harus terikat stereotipe seorang penyanyi secara klise. Contohnya ada di nomor “Oi”, vokal Monica yang berkarakter berat, tebal, dan gelap, tiba-tiba berubah menjadi kicau burung. Mungkin ia terilhami oleh burung Maleo (Macrocephalon maleo), spesies yang bisa dijumpai di Pulau Haruku, namun kini terancam punah. Detak blues menghiasi lagu “Orasa Sahu”, kini Monica tampil menjangkau register bawah pada olah vokal yang terdengar mistis.
Keunikan suara Monica semakin bernas ketika terjalin dengan bunyi gitar yang eksentrik. Buah kreatifitas Niels tampak waktu dirinya menggunakan prepared guitar (gitar termodifikasi) dalam beberapa komposisi, terutama di lagu “Risa”. Alih-alih suara gitar, malah terdengar bunyi-bunyian berimbau dan cuíca, instrumen khas Brazil yang biasa digunakan dalam Capoeira dan samba. Bersama Monica, Niels dengan cerdik menggarap pelbagai elemen musik dunia. Keterampilan tinggi disajikan atraktif dalam “Kema Atahia” dan “Yalelol”, bergaya campuran musik Arab dan flamenco yang melebur secara unison serta presisi dengan vokal Monica. Lekuk India terbentuk indah pada “Mani Apunae”, sementara pengaruh musik Afrika belahan Barat disematkan di nomor “Kihuro”, denyut ritmis yang bergolak seolah menggambarkan kegirangan masa kanak-kanak sewaktu bermain layang-layang. Album ini dituntaskan lewat lagu penutup “Salo Au” yang mengalun lembut dalam atmosfer balada naratif. Ikatan melodi dan harmoni konsonan sungguh manis terasa, menyejukkan hati.
Patutlah kita bangga kepada sang “Putri Akih” ini. Ia lantang menyuarakan distingsi budaya akarnya yang terasimilasi secara koheren dengan anasir pelbagai tradisi dunia. Acungan jempol untuk Monica bersama “kendaraan politik” Boi Akih, karena walaupun lahir dan menetap di Belanda namun ia tetap berpegang pada kultur yang menjadi identitasnya, lewat penggunaan Bahasa Haruku pada album ini. Sadar atau tidak, melalui Yalelol ia punya andil dalam melestarikan kebudayaan Haruku, mengingat bahwa Bahasa Haruku termasuk kategori yang menurut empu bahasa Michael E. Krauss sebagai moribound. Bahasa yang berada di ambang kepunahan karena semakin jarang digunakan, bahkan oleh pengucap aslinya. Teruslah berkarya, Usi!
Boi Akih (Monica Akihary & Niels Brouwer) : Yalelol
ENJA Records, 2007
01. Mahai (Life)
02. Kema Ahatia (Just Now)
03. Oi (Put Out to Sea)
04. Orasa Sahu (Hours Removed Us)
05. Risa (Fighting)
06. Moku Wa’a Ielea (Voice of Things)
07. Pameue Yalelol (Sharpen the Not Physical Being)
08. Toene (Finding the Unknown)
09. Mani Apunae (Creating Dreams)
10. Kihuro (Kite)
11. Salo Au (If)