Review

Dewa Budjana – Dawai in Paradise

Usai Ravi Shankar mengorkestrasi “Benares Ghat“, ia bernarasi bahwa itu adalah pemandangan dari atas perahu yang berayun mengarungi sungai, semua sedih dan bahagia terlihat di sana, sungai yang saban sore jadi bagian masa kecilnya. “Mainkan seperti menitiknya madu manis,” ia memberi perumpamaan pada pemain tabla di tengah-tengah adegan pembuatan musik berelemen folk (tak murni India klasik) itu. “Gangga” adalah kembaran narasi Shankar, bisa jadi lebih religius, dan Dewa Budjana membaginya sebagai pembuka “Dawai in Paradise”. Gema akustik dawai yang disambut lengking qawwali Vinod Gangani lagu ini masih segar diangkat lagu tema film “Eat, Pray, Love” dengan nama besar Nusret Fateh Ali Khan dan Eddie Vedder melantunkannya. Lembut di latar, Sophia Latjuba seolah bertamu lagi ke rekaman formasi awal “Bulan di (Atas) Asia” (yang melibatkan pula Budjana). Perpaduan begini menjadikannya karya spiritual yang menanggalkan kesan sakral dan jadi lebih inklusif.

Dawai in Paradise
Dawai in Paradise

“Masa Kecil” yang menyusul berikutnya mengingatkan akan sebaris permainan shamisenNikki Iku” album terdahulu (Samsara, 2003). Baris pendek yang dicuplik jadi warna lagu keseluruhan. Senandung bocah-bocah yang cepat menyerap melodi sederhana lagu yang serupa dolanan ini tak hilang sahaja di atas pola sulit Ronald Sristisnto yang ditemani Rishanda Singgih. Secara umum trek-trek di bawahnya adalah semacam alternate take album-album terdahulu, tetapi ada yang benar-benar rekaman segar karena trio asli Budjana bersama Arie Ayunir dan Bintang Indriyanto hanya muncul di “Kunang Kunang”.

Nomer kontemplasi seperti halnya “Lonely” tetap dimunculkan, kali ini dalam karya baru “Dawaiku”. Jika dulu gitar Budjana tampil kaya pilihan voicing harmonik berduetkan suling “Bang” Saat Syah, maka sekarang giliran jazzer gaek Howard Levy mengimbangi dengan harmonika di atas latar gitar yang terdengar menggunakan manipulasi e-bow. Dan bagian yang ditunggu itupun datang, Levy meluncurkan lekuk harmonika di atas pergantian bridge dalam kontras yang memikat.

Dalam album ini bisa dibilang Sandy Winarta dan Shadu Rasjidi-lah penghubung geometri trio Budjana yang baru. Shadu pantas mendapat sorotan karena di rilis inilah kita bisa menyimak bakat muda ini secara utuh: membabat seksi depan “Lalu Lintas” lalu mundur ke latar “Malacca Bay” menjaga urutan rapat ritme 5/4 dan bagian swing. Pada nomer belakangan tersebut juga muncul pianis Ade Irawan yang garang mengawali nyala flamenco intro, bersolo ikut logika kontur bebop dengan selipan lirikal yang bikin merinding, sebuah catatan khusus kemunculannya dalam rekaman kontemporer.

Untuk sesi rekaman Amerika selain Peter Erskine yang sudah sangat dikenal ciri phrasing-nya dan telah muncul sejak album “Samsara”, patut disimak drummer Ernie Adams yang piawai memain-mainkan pantulan empuk dalam “Rerad Rerod“. Dua musisi asing lain yang namanya sudah kita lihat pula pada album terdahulu adalah pemain bass Reggie Hamilton dan Dave Carpenter. Memang ada kesan album ini tidak banyak menyajikan suguhan yang baru. Mungkin saran terbaik bagi yang sudah pernah memiliki empat album sebelumnya, ini adalah saatnya revisit dan menyimak nyawa baru tiap lagu, suatu yang lumrah jika bicara jazz.

Daftar Lagu “Dawai in Paradise” (DeMajors, 2011):
1. Gangga
2. Masa Kecil
3. Dawaiku
4. Kromatik Lagi
5. Backhome
6. Malacca Bay
7. Kunang Kunang
8. Lalu Lintas
9. Caka 1922
10. Rerad Rerod
11. On The Way Home

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker