Review

Bill Frisell – Silent Comedy

Album: Silent Comedy
Label: Tzadik Records, 2013

01. Bagatelle
02. John Goldfarb, Please Come Home!
03. Babbitt
04. Silent Comedy
05. Lake Superior
06. Proof
07. The Road
08. Leprechaun
09. Ice Cave
10. Big Fish
11. Lullaby

Bill Frisell - Silent Comedy
Bill Frisell – Silent Comedy

Gitaris kenamaan Bill Frisell memang dikenal sebagai seniman bunyi yang kerap mencari warna-warna baru, yang dapat dicermati dari penggunaan efek-efek gitar di sejumlah album miliknya. Tetapi di rilis Silent Comedy inilah, eksperimentasi Bill mencapai titik didihnya. Entah karena jenuh dengan garapan berlafaz Americana di beberapa rekaman terdahulu atau sebuah buntut keisengan atas hasrat yang terpendam lama, album ini jelas berisiko. Pun, itulah yang membuatnya menarik untuk disimak.

Bagi pendengar awam pecandu bentuk lagu AABA, mendengar trek pertama “Bagatelle” kemungkinan besar akan membuat frustrasi, atau setidaknya mengernyitkan dahi. Tidak ada bentuk pasti dan kalimat yang jelas, apalagi mudah dicerna bahkan untuk pengikut setia Bill sekalipun. Makin menjadi-jadi pada nomor lanjutan “John Goldfarb, Please Come Home! “ yang mengeksplorasi distorsi, disonan, noise serta kesunyian.

Namun, jika dua trek awal tadi dirasa menarik dan ingin sesuatu yang lebih, boleh menuju “Babbitt” yang berbunyi fiksi ilmiah ekstra-terrestrial. Untuk melepas ketegangan, Bill mainkan title track “Silent Comedy” yang cenderung kalem. Tak lama berselang, bunyi kontradiktif “Lake Superior” bertempo lambat tetapi lapisan timbre-nya saling selimpat; seolah berteriak dan bermeditasi pada saat bersamaan!

Trek paling halus di album ini, “Big Fish,” hadirkan sugesti landscapic lewat gitar berdenting dengan pola repetitif, sedangkan “Ice Cave” terdengar misterius dan menggugah persepsi. Lebih jauh lagi, Bill melampirkan laras-laras mikrotonal saat bunyikan “The Road.” Menutup petualangan sonik yang direkam sekali tarik (tanpa overdubs) dan dimainkan tunggal ini, Bill Frisell cantumkan “lagu” ninabobo “Lullaby” yang patut dicoba untuk terapi insomnia, terutama jika anda seorang Jimi Hendrix atau Frank Zappa.

 

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker