Serambi Jazz Oktober sajikan Henning Sieverts Quartett dari Jerman

Kurang lebih 100 tahun lalu, sekelompok seniman “Der Blaue Reiter” (The Blue Rider) memulai satu revolusi warna dan abstraksi – dan itu terjadi di Murnau yang tenang di pelosok kaki pegunungan Alpen!
Henning Sieverts mengubah warna cemerlang “der Blaue Reiter” ke warna musik yang ceria. Ia memilih gambar-gambar “Blaue Reiter” yang terkenal dan yang tak terkenal dan untuk setiap gambar itu dia membuat komposisi musik. Maka karya Franz Marcs “Gelbe Kuh/Sapi kuning” mendapat nada “Blues Penyakit Sapi Gila” BSE-Blues dan karya Wassily Kandinsky yang berjudul “Heiliger Georg” (“Santo Georg”) berburu naga dalam irama swing yang cepat. Selama konser setiap lukisan akan diproyeksikan ke dinding. Warna-suara dan suara-warna menjadi satu.
Henning Sieverts Quartett akan tampil dua kali yakni Kamis 08 Oktober 2009 yang mengambil tempat di Bumi Sangkuriang, Jl. Kiputih No. 12, Ciumbuleit, Bandung dan Jumat, 09 Oktober 2009 bertempat di GoetheHaus, Jl. Sam Ratulangi 9-15, Menteng Jakarta Pusat. Kedua konser akan dimulai pada pukul 19.30 WIB dan gratis.
Henning Sieverts (bass, cello), Till Martin (tenor-, sopransax, flute, bass-klarinette), Hugo Siegmeth (tenor-, sopransax, klarinette, bass-klarinette) dan Bastian Jütte (drums) juga akan memberikan workshop pada tanggal 11-15 Oktober di Goethe Haus Jakarta. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi 021- 235 502 08, ext. 116
***
“Henning Sieverts – Blauer Reiter” secara visual merupakan pengalaman tersendiri, karena setiap lukisan yang dipakai akan di proyeksikan ke dinding. Warna, bunyi dan warna-bunyi akan menyatu! Dalam booklet CD “Henning Sieverts – Blauer Reiter” terdapat 13 lukisan!
Sebuah harian di Jerman, Die Zeit, dalam edisi April 2009 menyatakan “Sebuah vituoso subtilitas yang tak terlihat tapi menjamin, bahwa semua yang halus tertata dengan tepat. Karena begitulah juga karya seni, musiknya dapat terukur: tetap santai dan mengalir, juga pada setiap kekakuan sebuah konstruksi.”
***
Serambi Jazz
Musik jazz masuk Indonesia sejak tahun 1920-an. Dikenal dan berkembang melalui pergaulan antargenerasi musisinya. Uniknya, jazz mampu merangsang budaya di mana ia berada untuk berasimilasi, tumbuh dan berkembang seperti yang terjadi di seluruh dunia.
Indonesia dan Jerman mempunyai pertalian sejarah musik jazz sejak pertengahan 1960-an. Saat itu kritikus jazz Jerman Joachim Ernst Berendt bertandang ke Jakarta dan bertemu dengan Sujoso Karsono, pemilik perusahaan rekaman Irama. Berendt lalu diperkenalkan dengan Jack Lesmana dan Bubi Chen. Sebelumnya Berendt telah mendengar nama kedua dedengkot jazz tersebut melalui Tony Scott, seorang peniup klarinet jazz Amerika Serikat yang pernah berkunjung ke Indonesia. Kolaborasi Tony Scott, Jack Lesmana dan Bubi Chen serta kawan-kawan menghasilkan album Djanger Bali yang legendaris itu.
Salah satu cara adalah menjembatani para pelaku, penikmat dan hubungan keduanya di dalam satu wadah yang terkonsentrasi agar daya serap terhadap musik jazz dan perkembangannya dapat berjalan dengan baik.
Keutamaan progam Serambi Jazz adalah memelihara ketrampilan dan kreativitas musisinya – agar dapat berkembang dan memberikan suguhan kreasi yang dapat dipetik manfaatnya oleh masyarakat. Melalui hubungan yang ada dengan rekan musisi Jerman – Serambi jazz menjadi ajang dan sarana berbagi disamping menggali lagi pengalaman dan hubungan yang pernah dimulai pada masa lalu, akan membuka harapan dan tekad untuk saling menghargai, menjaga, belajar dan bekerjasama.
Sejumlah artis yang pernah ditampilkan dalam program Serambi Jazz antara lain Ligro dan Donny Suhendra Quartet, Tao Kombo dan The Sarimanouk Quartet, Bintang Indrianto ‘Akordeon’ dan Indra Aziz Beatpop project, Florian Ross Trio dan program ini akan ditutup dengan penampilan Pitoelas Big Band, 3 Desember 2009 nanti.