BALI JAZZ FESTIVAL 2005: HARI KEDUA, THE SHOW MUST GO ON (Bagian Kedua)
Sementara itu dari panggung utama, di hari kedua pesta pemusik dan penikmat
jazz ini ternyata memang semakin meriah. Terlihat dari jumlah penonton yang
datang relatif lebih banyak dari hari sebelumnya. Dari sisi penampilan musisi,
hari Sabtu 19 November 2005 ini menjadi hari terbanyak international artist yang
mentas. Tentu ini merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka penikmat musik
jazz ataupun mereka yang sekedar hang out datang ke lokasi festival.
Schedule main stage hari kedua diawali dengan peryesuaian jadwal dengan
naiknya kelompok gitaris JackLee ke atas pentas. Jack Lee, musisi asal Korea
yang lama menetap di USA memimpin bandnya yang terkonsep secara unik sebagai
campuran rhytm asia dan eksplorasi kapabilitas tiap personel yang berasal dari
berbagai negara (Korea, USA, Jepang, Malaysia). Asian *ergy Band, nama grup itu,
terdiri dari Jack Lee
(guitars), Mimi Sumitomo (EWI, saxophone, keyboards),
Keiji Matsumoto (piano), Lewis Pragasam
(drums), Fumio Nishiyama (acoustic guitars), Andy
Petersen (bass guitar) serta Steve Thornton
(percussionist yang pernah menjadi awak band mendiang Miles Davis di tahun
1982-84). Di kali pertama mereka main di festival di Indonesia ini, Asian *nergy
mempersembahkan komposisi-komposisi dari album solo terbaru Jack Lee. Sebut
saja; Scenes From The Past, Exotica, atau sebuah balad berjudul Jeju Island
diperdengarkan malam itu. Lee mengakui bahwa ia sedikit merasa nervous ketika
mengawali pertunjukkan melihat jumlah penonton yang belum banyak. Namun ternyata
Jack Lee & his band tetap tampil semangat dan berhasil menunjukkan betapa
ciamiknya fusi ritmis drum Pargasam dan tabuhan perkusi Thornton berpadu dengan
solo gitarnya atau tiupan EWI Sumitomo.
Penampil kedua panggung utama adalah grup asal Jogja, Anane. Grup yang
terdiri dari Firman Sitompul (cello), Joel Lenon
(guitar), Darman (percussion), Pram
(saxophone), Caesar (etnic drums),
Gomes (akustik piano & keyboard), Indra Gupta
(bass) dan juru tembang Aan menjanjikan tampilan komposisi-komposisi
trans etnik kultural yang ada di albumnya; Slebar Slebor The Evolution Ethnic
(rilisan PRS/Sony Music 2005). Nuansa jazz dapat didengar pada permainan
saxsophone Pram dan piano akustik Gomez. Instrumen gitar membawa pada pendengar
pada progresi rock. Lintas genre semakin nyata pada tetabuhan jembe dan rebana
serta tembangan syair berbahasa Gayo yang membalut setiap komposisi mereka.
Panggung yang dihiasi dengan keindahan pantulan air dan karpet pasir untuk
lesehan para penonton itu kemudian berturut-turut menghadirkan; Idang Rasyidi
and Friends, Xinau, Eero Koivistoinen Trio, Jan De Haas, Ron Davis Quartet and
Daniela Mardi dan ditutup oleh YAA Orchestra.
Pianis Idang Rasjidi tampil bersama Ananda Ahmad (Guitar),
Audi (Drum) dan bassist new comer
Agung. Mereka menyajikan beberapa lagu orisinil dan komposisi
standar yang diramu dalam kekhasan permainan piano Idang Rasjidi. Frog Talk
karya lawas Idang Rasjidi menjadi pilihan nomor pembuka. Kemudian dilanjutkan
dengan Green to Green, Norwegian Wood, Water Dance dan On Green Dolphin yang
banyak menampilkan kefasihan Idang berintearaksi dan memimpin grupnya memainkan
tempo lagu. Guitaris Nanda banyak diberi kesempatan melakukan improvisasi solo
pada sesi malam itu termasuk aksi saling sahut nada dengan permaian piano sang
leader. Idang Rasjidi & Friends menyelipkan sebuah lagu berjudul Bogor Rainy
Days yang dipersembahkan untuk almarhum Bassit Perry Pattiselanno sebagai
ungkapan rasa kehilangan mereka.
Kelenturan gamelan dan Kendang Bali
(jembe) kembali dipertontonkan pada saat Xinau tampil. Kelompok baru asal Bali
yang terdiri dari Ito kurdhi (electric bass, keyboard),
Rio Sidik (trumpet), Sonny Ryws (drums) , I
Wayan Ary Wijaya (jembe, gamelan bali), I Gusti Made Suwariadi
a.k.a “Cak” (suling, gamelan bali) menyajikan satu bentuk musik
yang mereka namakan Ethnotronic Fusion. Lima lagu mereka bawakan malam itu. Tiga
lagu awal adalah karya orisinil; Sunrise yang didominasi oleh bass-line Ito,
Mistical Blue yang menampilkan permainan muted trumpet Rio dan di salah satu
part menyajikan paduan trumpet dengan suling Bali serta Traveling yang hangat
dengan canda akrab permainan bass dan trumpet dengan sedikit memasukkan nuansa
swing di bagian tengah lagu. Kemudian vokalis Dian Pratiwi didaulat naik ke
panggung untuk membantu Xinau menyajikan dua lagu standar berjudul Softly as In
a Morning Blue dan Caravan. Kemampuan vokalis Dian melakukan scat menjadi daya
tarik ketika ia berduet dengan tiupan trumpet Rio. Seusai pertunjukkan, Ito
Kurdi menjelaskan bahwa Xinau adalah nama dari kata bahasa Jawa, Sinau, yang
berarti belajar. Digunakannya kata itu sebagai nama grup sejatinya dapat menjadi
wadah proses belajar tiap personelnya dalam bermusik.
Empat penampil yang tersisa di main stage adalah kelompok Internasional yang
berpartisipasi di festival ini. Saxophonist Finlandia Eero Koivistoinen tampil
dalam format trio modern jazz. Jan De Haas, vibraphone asal Belgia yang
mengajak serta kawan-kawan Indonesianya – Agung (Accoustic Bass), Yuri Mahatma
(Electric Guitar), Steve (Drum) memainkan musik-musik latin jazz. Lalu trio asal
Canada menyajikan musik-musik swing dan post bop. Trio itu – The Ron Davis Trio
– terdiri dari pianist Ron Davis, Aubrey Dayle (drum), Drew Birston (Accoustic
Bass) serta swinggin’ singer Daniela Nardi.
Saxophonis terkenal dari Finlandia, Eero Koivistoinen, menunjukan kehebatan
dalam bermain tenor saxophone dengan dibantu oleh Giorgos Kontrafouris yang
bermain keyboard Hammond XK-3 dan sebuah keyboard lagi yang berfungsi untuk
bassnya serta Jussi Lehtonen pada drum. Secara berturut-turut mereka menampilkan
dari karya mereka sendiri, standard sampai lagu dari Beatles; ‘Blue Harbour’,
‘Kabuki’, Come Together’, ‘In A Sentimental Mood’ dan ‘Bird Song’. Pada awal
kariernya di akhir dekade 1960an Eero banyak berkiprah dalam gaya free jazz di
mana kala itu memang menjadi trend para musisi muda. Namun justru ketika tampil
di BJF 2005 sepertinya permainannya cenderung diperlembut, tetapi masih
menyisakan tiupannya yang tajam dalam bersolo improvisasi. Dinamika interval
nada yang keluar bervariatif dengan nilai yang rata. Sebagian besar malam
kemarin Eero bermain hard bop atau pun neo-bop. Banyak penonton yang mengacungi
jempol akan kemampuannya.
Masih bersama musisi dari benua Eropa, tampil pula vibraphonis yang juga
seorang drummer dari Belgia Jan De Haas. Dalam kesempatan ini, dia dibantu oleh
Agung (akustik bass), Yuri Mahatma (gitar) dan Steve (drum) dengan menampilkan
salah satu komposisi berirama bossa dari Joe Henderson yang cocok suasananya
dengan kondisi tempat pertunjukan. Dengan kemampuan yang baik dalam penguasaan
teknis dengan empat mallet, meluncur komposisi dari Dave Brubeck ‘In Your Own
Sweet Way’ dengan irama swing yang cukup kental. Sayangnya, penampilan mereka
sedikit agak kacau dalam menampilkan ‘Armando’s Rumba’ karya Chick Corea.
Drummernya kurang responsif. Setelah memainkan lagu ballad yang terinspirasi
dari Ubud, Jan mengakhiri pertunjukannya dengan lagu bossa nova terkenal
‘Trieste’ yang menghibur banyak penonton yang sudah mulai kelelahan dalam
menikmati malam minggu mereka bersama BJF 2005.
Dalam sebuah pernyataannya yang dikutip dari allaboutjazz.com, menyatakan
bahwa Ron Davis sudah tidak sabar lagi untuk dapat tampil di Indonesia.
Mengingat bangsa Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dan kaya akan hasil
kebudayaannya terutama dalam hal kesenian. Tidak lama kemudian mimpinya tersebut
dapat terwujud dengan tampilnya di BJF 2005 yang sekaligus juga kesempatan
pertama kalinya datang ke Indonesia. Hadir dengan disertai Aubrey Dayle (drum),
Drew Briston (bass) dan bintang tamu istri Ron Davis sendiri Daniela Nardi yang
menyumbangkan suaranya yang lembut dalam beberapa lagunya. Gaya permainan mereka
sendiri begitu modern dalam menampilakan koleksi karya-karya mereka. Dinamika
dan mood yang mereka bangun sangat variatif yang bisa terdengar dalam satu
komposisi sekaligus. Struktur komposisi dan temponya juga cukup komplek. Ron
Davis juga tertarik untuk menemukan antara gaya-gaya tradisional piano jazz
seperti stride piano dengan modal jazz yang modern. Selain itu, artikulasi
pitchnya begitu jelas dan cermelang. Daniela Nardi turut berpatisipasi dalam
beberapa komposisi yang cukup intepretatif seperti dalam ‘Applausable Excuse’
dan ‘Norwegian Wood’. Disamping itu, mereka menampilkan beberapa komposisi
mereka seperti ‘Rhythmaron’, ‘Oratio’ dan ‘Pawpwalk’. Pada saat di atas
panggung, Daniela Nardi “meramal” kalau nantinya BJF 2005 akan menjadi salah
satu ajang festival jazz terbesar di dunia ini seperti North Sea Jazz Festival,
Newport Jazz Festival atau pun Montreux Jazz Festival… Amin!
Sebagai penutup acara panggung utama, hadir Yokohama Artist Association
Orchestra. Kelompok yang dipimpin oleh pianis-vokalis Yuko Shirota ini terdiri
dari Atusko Kawahara (vocal, percussion), Kotobuki Tominaga (sax), Yoshikazu
Suehiro (sax), Mitsuaki Uchida (tb), Masaru Okado (percussions), Yasuji Ishii
(acoustic bass), Kenji Matsuura (drums) dan percusionist tamu Michiro U.
Kelompok yang sempat tampil di pentas Jazz Merah Putih beberapa lalu ini kembali
hadir mayoritas dengan lagu ciptaan sendiri. Selamat Pagi menjadi lagu pembuka
yang benar-benar menjadi salam kepada sedikit penonton yang masih bertahan
karena waktu telah menunjukkan pukul 1.00 dini hari. Moaning adalah lagu yang
memadu nuansa Bali dalam kekhasan Japanesse Music YAA. Lagu ini merupakan salah
satu tracks yang diangkat dari album kedua YAA, Mau Kemana selain Raindrops to
The Waves. Lagu lainnya adalah medley komposisi jazz orisinil YAA dengan lagu
populer; seperti The Ring on The Ground medley dengan Imagine-John Lennon serta
Seoul Energy dengan Blowin’The Wind. Interaksi akrab dan ceria dari para
peronel YAA inilah yang menjadi penutup Bali Jazz Festival di hari kedua. Thanks
dan Two Tumbs Up to YAA Orchestra!!! (*/ceto
mundiarso/roullandi/wartajazz.com)

